Bersama hujan, mesin waktuku. Masih hujan yang sama, yang menyoraki perpisahan waktu itu dengan kenangan tiga tahunku. Juga hujan yang sama, yang tertawa di langkah pertama hidupku ke tujuan yang baru. Juga masih dia yang membawa pelangi setelah jutaan airmataku kala aku jatuh ke kesalahan yang baru.
Tapi hujan kali ini lain, bukan hujan yang biasa. Hujan ini manis. Dia membawa kamu kembali disini. Tidak, aku ralat.
Dia membawa aku kembali kesana,karena kamu tidak akan kembali.
Hujan manis ini, membawaku pada baju seragam akhir sekolahku.
Diatas baju ukuran tigabelas setengah itu penuh tercoret nama dan pesan teman temanku. Tiap goresan disana punya makna, yang nyata terlihat semua orang.
Ada teman seumur hidupku disana, yang setiap harinya bicara bersamaku tanpa mendengar pelajaran yang dibawa guru hari itu. Hujan ini juga yang pernah kulalui bersamanya, kala akhirnya kami tertawa riang karna diberikan waktu lebih untuk mengobrol di luar kelas, karena topik obrolan ini lebih menyenangkan daripada yang dibicarakan di dalam kelas.
Ada ketua kelasku disana, yang berpesan supaya aku membuka mataku lebih lebar. Katanya, aku harus menyadari kalau lebih panjang jalan yang harus kudaki, daripada hanya diam dan tertawa sepanjang hari. Masih banyak batu yang harus kulompati, daripada sekedar menangis semalaman. Dan lebih banyak bintang yang harus kuhitung daripada hanya menyisir rambut berjam-jam.
Ada perempuan kecil yang duduk di kiri belakang juga. Tidak banyak hujan yang kulihat bersamanya, yang aku ingat hanya dia dan ikan di dua akuarium. Ikan ikannya membuat aku duduk lebih tenang dan banyak berpikir tentang perbedaan. Perbedaan yang tidak akan bisa disatukan, bukan seperti air dan minyak, tapi lebih rumit dari itu.
Ada juga si penghapus papan tulis. Dia yang terpanggil untuk menyelesaikan soal di papan tulis, tapi hanya menulis dan kemudian menghapus. Menulis lagi di tempat yang sama, lalu menghapus lagi, dan menulis kata yang sama lagi disana. Sampai akhirnya hitam itu tertinggal disana dan tak pernah terhapus. Hujanku bersamanya adalah tentang hitam yang tak terhapus, yang kalau terhapuspun tak akan sempurna lagi.
Ada si pemutar jam dinding ruang piket, yang tugas hariannya adalah membodohi penekan bel istirahat. Setiap hari, 9.20 pagi dia keluar kelas, menyelinap ke ruang piket yang kosong dan memutar jamnya, dan kembali ke sana selesai kelas. Istirahat kami setiap hari jadi lebih cepat sepuluh menit di pagi hari, dan jam belajar kami jadi lebih singkat sepuluh menit. Sampai suatu hari dia tertangkap, dan semuanya kembali normal.
Ada si sapu terbang. Pernah satu kali dia terbang dengan sapunya, menabrak cermin satu meter di depan pintu masuk. Dalam paniknya, dia susun serpihan besar cermin, lalu bercermin disana. Katanya, sudahlah, semuanya tidak lagi sama.
Ada si rambut keriting. Tiap pagi kerjanya merapikan rambut dengan wax, supaya tak dipanggil Si Keriting lagi. Satu orang yang tak cinta pada dirinya, yang rela berpura-pura demi citra diri yang dianggapnya lebih baik. Namun di dalamnya, dia tetap sama. dia tetap Si Keriting.
Ada si pemakan mie instan. Baginya, hidup harus serba cepat. Semua hanya berorientasi pada hasil, tak peduli dampaknya nanti. Pernah dalam sepanjang aku mengenal dia, perutnya sakit, akibat bakteri yang tidak bekerja baik. Pencernaannya rusak. Yasudahlah, bagi dia yang penting hasil.
Ada goresan ungu disana, dengan nama yang familiar bagiku. Anak rambut pirang. Entah apa yang dia pikirkan tentang aku, hanya berpesan, "Warnai hidupmu seperti aku mewarnai rambutku". Maksudnya?
Ada penjaga gawang disana. Dalam setiap pekerjaannya, dia hanya diam di areanya. Berdiri manis dan melakukan pembelaan diri.
Ada anak Perokok, yang dalam sehari mungkin bisa habiskan berkotak-kotak rokok dari sakunya. Asapnya masih beraroma sampai saat ini, mungkin hanya perasaanku saja. Katanya, dia tak bisa hidup tanpa rokok. Pesannya padaku, jangan pernah lakukan apapun yang aku tau aku tak akan bisa lepas. Aku ingat sampai hujan hari ini.
Ada yang kurasa kurang. Tapi yang kulihat, baju seragamku sudah penuh warna warni dan kenangan hujanku.
Tak ada goresanmu.
Kenapa kamu tak nampak di baju ukuran tigabelas setengahku?
Kenapa kau tak bisa kubaca dalam kenangan hujanku?
Kamu adalah dia yang beraroma kue manis baru matang, yang jadi pengganti sarapanku yang terlewat. Aku selalu sarapan kue manis. Dia adalah si perut lentur, yang aku takut dia berubah menjadi kotak kotak. Aku suka memaksa dia makan di malam hari, supaya kotak itu tidak pernah datang.
Kamu yang datang bersama hujan.
Kamu adalah seorang Acrophobia yang ikut berdiri gemetar di tempat terjun tertinggi, supaya aku tidak ketakutan sediri disana. Sayang, aku tidak takut, tak perlu kamu lakukan itu untuk aku.
Kamu adalah dia yang berdiri dibawah dalam panik, ketika aku melompat lebih tinggi dan terikat dekat trampolin. Kamu yang berharap aku baik baik saja di sana. Kamu yang memeluk aku si gemetar karna adrenalin yang terpacu, dan berkata, "Lain kali jangan begitu lagi, aku takut kamu sakit."
Kamu yang paling tau cara terbaik membawa aku melihat bintang di siang hari.
Kamu yang memerah alergi karna memaksakan diri makan udang bersamaku.
Kamu yang marah karna aku pergi naik gunung dengan keadaanku yang kamu tau tak mungkin.
Kamu yang dingin, menjawab aku di pagi hari, kemudian hilang sepanjang hari.
Kamu yang berpisah dalam hujan.
Yang membiarkan aku menangis dibawah pelangimu.
Yang datang dan pergi semudah aku mengganti pakaianku saat bersiap bertemu kamu.
Kamu akhirnya hilang bersama alasan yang tak akan pernah aku anggap nyata.
Tapi hujan ini lain, hujan ini manis.
Kalaupun kamu tak ada di luasnya baju seragam ukuran tigabelas setengahku, kamu selalu punya tempat kecilmu sendiri. Tempat yang hanya kamu sendiri.
Sepenuh apapun yang dilihat orang, kamu akan tetap ada dalam hujan.
Kamu akan tersimpan disana, jadi satu kenangan yang tiada satu orangpun akan mengusiknya.
Goresanmu akan tetap nyata disana,
Di balik kerah baju ukuran tigabelas setengahku.
Kapanpun aku rindu, kapanpun kamu akan datang,kamu harus tau kamu tetap kusimpan disana,Di balik kerah baju ukuran tigabelas setengahku.
Akhir Juli,
Memandangi dua ikan kecil di akuarium.
Membalik kerah baju,
Cerio.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar