Semuanya tentang kamu. Tidak peduli kamu tau atau tidak.
Kamu tau renjana? Dia yang untuknya-lah kamu diciptakan.
Benang yang diikat pada kalian, saat masih dalam kandungan.
Yang dipilihkan untukmu tanpa kamu bisa memilih.
Di dalam kamu setengah jiwanya berada.
Entah terikat cinta atau bukan.
Kepada Renjanaku.
Yang bahkan lewat mimpi pun bisa memanggilku.
Dalam amarahpun mendengar panggilanku.
Bahkan dalam diam pun kudengar suaranya.
Ingatkah kamu radar yang kita temukan itu?
Yang secara ajaib terpasang di kita masing masing.
Terhubung dalam gelombang rindu.
Mengalir dalam tangis.
Dan mendekap dalam bayangan.
Masih berfungsikah dia?
Bahan bakarnya hanya kenangan.
Beruntung kenangan kita banyak,
Tak perlu khawatir segera habis.
Renjana.
Masihkah bisa kamu masuk ke mimpiku?
Memaksa aku untuk mencarimu besok pagi.
Atau masih dapatkah kau dengar aku memanggilmu dalam hati?
Sejauh apa aku melangkah, aku tak takut tersesat,
Aku tau caranya datang padamu.
Segelap apapun jalan yang kamu tempuh, tenanglah,
Aku bisa menuntun kamu kembali.
Bisakah kita ukir lebih banyak kenangan?
Aku takut radar ini menjadi lemah.
Aku takut tidak bisa menemukan kamu lagi.
Aku takut tidak bisa membawa kamu pulang kesini.
Aku lebih suka kalau ini cinta.
Apalagi kalau kita bersama.
Bisakah kita pergi ke antah berantah,
Yang hanya ada kita. Bisa?
Walau katanya cinta tak harus memiliki,
Tapi bolehkah aku minta yang satu ini?
Renjana.
Jangan pergi jauh ya,
Jaga benangnya jangan sampai putus.
Jika memang ini bukan cinta,
Bolehkah katakan pada cintamu,
Izinkan aku jaga setengah jiwamu bersamaku.
Sampai aku siap mengakui
Kalau Renjana bukan melulu tentang cinta.
Jika kau anggap Renjanaku begitu indah,
Kami membuat sakit tanpa tau cara memulihkan.
Kami menikmatinya.
Tiap memanggil dalam mimpi, air mata yang ada.
Tiap mendengar dalam diam, rasa sesak yang kami hirup.
Walaupun kita sama sama tau,
Renjana ini memang cinta.
Ini cinta.
Dan kita tau juga,
Cinta yang ini bukan untuk memiliki.
Tapi ini bukan akhir segalanya.
Kamu tetap disini kan?
Sabtu, 20 Mei 2017
Minggu, 22 Januari 2017
Biarkan Malam Tak Berlalu
Aku suka malam.
Tepat pukul dua pagi, saat aku merasa sepi.
Aku suka terjaga, memastikan mata dan pikiranku tetap tinggal dalam nyata.
Kalau tetiba aku harus lupa tentang apa yang seharusnya kuingat.
Aku takut tertidur.
Khawatir ketika mataku terbuka nanti, aku tak ingat lagi.
Aku tak ingat warna bajumu hari itu, yang tersimpan di lembaran foto hitam putih.
Aku takut lupa alasan kita tertawa.
Kenapa harus menyambut pagi selarut ini?
Malam kan juga indah.
Atau, haruskah memalingkan wajah dari Sang Bulan,
padahal kilaunya pun adalah mentari.
Aku masih ingin malam,
belum siap membuka pagi.
Aku takut melupakan apa yang seharusnya kuingat.
Kamu.
Aneh rasanya menjalani pagi, ketika masih terjebak dalam malam.
Memandang mentari ketika hangatnya bulan yang terasa.
Berjalan dalam terang sambil menutup mata.
Supaya hanya malam sajalah yang terasa.
Aku belum mau pagi.
Biarkan aku menjalani malam dulu,
sampai nanti akhirnya aku siap,
membuka mata dan lupa lagi.
Walau sebenarnya, aku tidak akan pernah lupa.
Kita.
Tepat pukul dua pagi, saat aku merasa sepi.
Aku suka terjaga, memastikan mata dan pikiranku tetap tinggal dalam nyata.
Kalau tetiba aku harus lupa tentang apa yang seharusnya kuingat.
Aku takut tertidur.
Khawatir ketika mataku terbuka nanti, aku tak ingat lagi.
Aku tak ingat warna bajumu hari itu, yang tersimpan di lembaran foto hitam putih.
Aku takut lupa alasan kita tertawa.
Kenapa harus menyambut pagi selarut ini?
Malam kan juga indah.
Atau, haruskah memalingkan wajah dari Sang Bulan,
padahal kilaunya pun adalah mentari.
Aku masih ingin malam,
belum siap membuka pagi.
Aku takut melupakan apa yang seharusnya kuingat.
Kamu.
Aneh rasanya menjalani pagi, ketika masih terjebak dalam malam.
Memandang mentari ketika hangatnya bulan yang terasa.
Berjalan dalam terang sambil menutup mata.
Supaya hanya malam sajalah yang terasa.
Aku belum mau pagi.
Biarkan aku menjalani malam dulu,
sampai nanti akhirnya aku siap,
membuka mata dan lupa lagi.
Walau sebenarnya, aku tidak akan pernah lupa.
Kita.
Langganan:
Komentar (Atom)