Rabu, 20 Mei 2015

Cnta Seorang Perokok

  Aku lintingan tembakau pabrikan, yang diam di dalam kotak. Aku bahkan tak dapat menikmati hidupku sendiri, hanya diam dan menunggu seseorang menemukan aku, menarikku dari kotak merah sempit ini, tempat aku berjejalan dengan sebelas temanku yang lain. Kalaupun suatu hari aku ditemukan, ditarik, dan dipisahkan, maka takdirku adalah untuk dibakar, dan habis. Namun itu takdirku, aku sebatang rokok. Kebahagiaan bagiku, jika mereka menikmatiku sampai habis.
Jika kamu, diibaratkan sebagai seorang perokok berat, lalu apakah cinta bagimu?

  Suatu pagi, kau terbangun, dengan aroma tembakau yang masih kuat di hela napasmu. Bukan segelas air putih yang menyegarkan, kau tarik ponselmu, memastikan dirimu tidak ketingalan kabar apapun. Kau tak ingat apapun, kecuali semalam kau habiskan dengan pesta pora bersama mereka, yang kau katakan selalu ada buatmu. Mereka yang kau panggil teman.
Tak ada yang berbeda, hari ini semua sama. Bangun tidur, memandangi ponsel, membakar rokok, baru memulai aktivitas, bersama asap yang tak putus. Ya, kau seorang pecandu rokok. Pencinta katamu.

  Katamu juga, kau tak dapat hidup tanpa sebatang rokok itu. Sebatang yang mana? Yang kau habiskan semalam, sebelumnya, sebelumnya lagi, atau yang sekarang sedang kau bakar? Kau bakar satu per satu, padahal kau bilang tak bisa hidup tanpa sebatang yang kau bakar itu?
Bagaimana kau ungkapkan cintamu? Sebatang rokok hanya dapat kau nikmati dengan membiarkannya habis terbakar, kan? Kau buat dia menyala, berasap, kau katakan kalau dia yang terbaik, menghabiskannya hingga garis merah, lalu sudah. Kadang kau matikan nyalanya, namun kadang kau hempas, lalu injak dengan ujung kakimu. Apalagi jika kau tau masih punya sebelas batang lain yang siap kau bakar. Begitu kan?

  Berapa banyak waktu dalam hidupmu yang kau butuhkan untuk menghabiskan sebatang rokok, sebelum akhirnya kau bakar yang baru? Sepuluh menit? Limabelas menit? Aku tak pernah bisa memastikannya. Kamu selalu berubah. Namun aku tau, tak lama bagimu menyelesaikan sebatang rokok itu.

  Tapi apalagi yang aku harapkan? Toh aku hanya sebatang rokok, yang katanya melengkapi hidupmu. Ya, berarti, lebih tepat dikatakan berguna, mungkin? Berguna untuk menyambung kepulan asapmu selama sepuluh menit, sebelum akhirnya kau bakar yang baru. Sementara kau sibuk mengatakan, “Aku tak bisa hidup tanpamu”.

Cinta dua anak manusia, tidak serendah itu.
Kata cinta bukan hanya untuk seseorang yang singgah sejenak, diam, hingga akhirnya tersingkirkan jika kau dapatkan yang baru. Bukan untuk seseorang yang kau pertahankan ketika tak ada yang lain yang siap menggantikan, namun kau buang jauh ketika kau sadar kau punya cadangan.
Cinta, bukan sekedar kata, “Aku tak bisa hidup tanpamu,” yang kau katakan pada semua orang. Namun tanpanya, kau tetap hidup dengan yang lain. Dia tak semurah itu.
Walau dia berkorban, tapi cinta tak seperti seorang perokok.

Cinta bukan seperti seorang pecinta rokok yang baginya kamu hanyalah sebatang rokok sekedar untuk menyambung asapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar